Followers

Diberdayakan oleh Blogger.
SELAMAT DATANG di Pembelajaran Inovatif 2 MATEMATIKA, Support By Vickri ,Telp:0896 9966 8625

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

Diposting oleh vickri's world Jumat, 19 Juni 2015 0 komentar

Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

  1. Pengertian Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
            PMR awalnya dikembangkan di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada konsep Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia. Dengan ide utamanya adalah bahwa siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Usaha untuk membangun kembali ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka bayangkan (Heuvel, 1998).
            Dan saat ini pembelajaran masih didominasi oleh guru, siswa kurang dilibatkan sehingga terkesan monoton dan timbul kejenuhan pada siswa. Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah suatu teori dalam pendidikan matematika yang dikembangkan pertama kali di negeri Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran (Gravemeijer: 1994).

  1. Karakteristik Perkembangan Matematika Realistik
            Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung dan siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata.




a.      Menggunakan model-model (matematisasi)
     Menggunakan model artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ketingkat abstrak ( De Lange : 1987).
     Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.

b.      Menggunakan produksi dan konstruksi (kontribusi siswa )
     Menggunakan konstribusi siwa artinya pemecahkan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa. (Streffland : 1991).
     Dalam hal ini, menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi–strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam mengembangkan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

c.        Menggunakan interaktif
     Menggunakan Interaktif artinya aktifitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya (Waraskamdi : 2007).
     Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam Model Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negoisasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pernyataan atau  refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.



d.      Menggunakan keterkaitan (intertwinment)
     Menggunakan Intertwin artinya topic-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dpat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak (Waraskamdi : 2007). Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks  tidak hanya aritmatika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.

  1. Langkah – Langkah  Pembelajaran
            Langkah-langkah di dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.                   Memahami masalah kontekstual
          Guru memberikan masalah (soal) kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. Pada tahap ini“karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai starting point dalam pembelajaran untuk menuju ke matematika formal sampai ke pembentukan konsep.

2.                   Menjelaskan masalah kontekstual
          Jika situasi siswa macet dalam menyelesaikan masalah, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjuk-petunjuk atau berupa saran seperlunya (bersifat terbatas) terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami oleh siswa, penjelasan hanya sampai siswa mengerti maksud soal.
          Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah. (Gravemeinjer:1994). Yang tergolong dalam langkah ini adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.
3.                  Menyelesaikan masalah kontekstual
          Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara individu berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan (Gravemeinjer:1994). Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dengan menggunakan lembaran kerja, siswa mengerjakan soal dalam tingkat kesulitan yang berbeda. Guru memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara sendiri berupa pemberian petunjuk atau pertanyaan seperti, bagaimana kamu tahu itu , bagaimana mendapatkannya, mengapa kamu berpikir demikian, dan lain-lain berupa saran.
          Pada tahap ini, beberapa dari ‘prinsip’ pembelajaran matematika realistik akan muncul dalam langkah ini misalnya prinsip self developed models. Sedangkan pada karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong dalam langkah ini adalah kedua yaitu menggunakan model.

4.                  Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
          Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban secara berkelompok, untuk selanjutnya dibandingkan (memeriksa, memperbaiki) dan didiskusikan di dalam kelas. Sementara di tahap ini sebagai ajang melatih siswa mengeluarkan ide dari kontribusi siswa di dalam berinteraksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan sarana prasarana untuk mengoptimalkan pembelajaran.
          Karakteristik pembelajaran matematika realistic yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga antara guru dengan siswa (Gravemeinjer:1994).





D.    Konsepsi Siswa Dalam PMR
Pendekatan  matematika realistik mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut :
1.        Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif  tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.
2.        Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
3.        Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan
4.        Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya berasal dari seperangkat ragam pengalaman.
5.        siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

E.     Peran Guru
PMR mempunyai konsepsi tentang guru sebagai berikut:
1.        Guru hanya sebagai fasilitator belajar
2.        Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif
3.        Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses  belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil
4.        Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial. (Masbied.2010)

F.      Konsepsi tentang Pengajaran
Pengajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut:
1.    Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna;

2.    Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut;
3.    Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan;
4.    Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran. (De Lange, 1995)

















Realistic Mathematic Education (RME)

A.    Pengertian RME
Realistic Mathematic Education (RME) merupakan salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Realistic Mathematic Education (RME) merupakan teori pembelajaran matematika yang dikembangkan di negeri Belanda oleh Freudhenthal pada tahun 1973.
Menurut Freudhental matematika merupakan aktivitas manusia (mathematics as a human activity) dan harus dikaitkan dengan realita (de Lang, 1999; Gravemeijer, 1994), dimana menjelaskan bahwa yang dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.
            Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa dapat menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Dengan pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dan dunia nyata

  1. Komponen RME
Menurut Gravemeijer (1994:90-91) dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan RME terdapat tiga prinsip utama yaitu:

1.    Reinvention dan Progressive Mathematization (“penemuan terbimbing’ dan proses matematisasi yang makin meningkat)
                        Menurut prinsip reinvention bahwa dalam pembelajaran matematika perlu diupayakan agar siswa mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip atau prosedur, dengan bimbingan guru. Seperti yang dikemukakan oleh Hans Freudenthal bahwa matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas.
                        Dengan demikian, ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi proses matematisasi. Terdapat dua macam proses matematisasi, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses penalaran yang terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri, misalnya : penemuan cara penyelesaian soal, mengkaitkan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus-rumus matematika.

2.       Didactical phenomenology (Fenomena yang mengandung muatan didaktik).
           Yang dimaksud phenomenology didaktis adalah para siswa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika bertolak dari masalah-masalah kontekstual yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi, atau setidaknya dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan siswa sebagai masalah nyata.

3.        Self-developed models (Pengembangan model oleh siswa sendiri),
          Yang dimaksud mengembangkan model adalah dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip atau materi lain yang terkait dengan matematika, dengan melalui masalah-masalah konteksual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah tersebut.
          Model-model atau cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berpikir siswa, dari proses berpikir yang paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih formal. Jadi dalam pembelajaran guru tidak memberikan informasi atau menjelaskan tentang cara penyelesaian masalah, tetapi siswa sendiri yang menemukan penyelesaian tersebut dengan cara mereka sendiri.
        Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut.
1.         The use of context (menggunakan konteks),
        artinya dalam pembelajaran matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.
2.         Use models, bridging by vertical instrument (menggunakan model),
        artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.
3.         Students constribution (menggunakan kontribusi siswa),
        artinya pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.
4.         Interactivity (interaktif),
        artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

  1. Penerapan Model RME di Kelas
            Untuk memberikan gambaran tentang implementasi pembelajaran matematika realistik, misalnya diberikan contoh tentang pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Sebelum mengenalkan pecahan kepada siswa sebaiknya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bilangan yang sama misalnya pembagian kue, supaya siswa memahami pembagian dalam bentuk yang sederhana dan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
            Sehingga siswa benar-benar memahami pembagian setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru diperkenalkan istilah pecahan. Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran bukan matematika realistik dimana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.
            Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari.
            Langkah - langkah Pendekatan RME
1.      Memahami masalah kontekstual
Guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa
2.      Menjelaskan masalah kontekstual
Guru memberikan bantuan dengan memberi petunjuk yang dapat mengarahkan siswa untuk memahami masalah
3.      Menyelesaikan masalah kontekstual
Guru mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah secara individu.
4.      Membandingkan dan mendiskusikan
Guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan hasil kerjanya
5.      Menyimpulkan
Dari hasil diskusi guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan

Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Realistic Mathematic Education

1)      Kelebihan Pendekatan Realistic Mathematic Education
                        Menurut Suwarsono (dalam Evi Luthvia, 2009) terdapat beberapa kelebihan dari pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) antara lain sebagai berikut.
a.       RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

b.      RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.
c.       RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan orang yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan caranya sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari penyesaian soal atau masalah tersebut.

d.      RME memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama, dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.

2)      Kelemahan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)
Beberapa kelemahan pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) adalah sebagai berikut.

a.       Upaya mengimplementasikan RME membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar megenahi beberapa hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenahi siswa, guru, dan peranan soal kontekstual. Di dalam RME, siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah jadi tetapi dipandang sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-konsep matematika. Guru tidak lagi terutama sebagai pengajar, tetapi lebih sebagai pendamping bagi siswa. Di samping itu peranan soal konstektual tidak sekedar dipandang sebagai wadah untuk menerangkan aplikasi dari matematika, tetapi justru digunakan sebagai titik tolak untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika itu sendiri.
b.      Pencarian soal-soal konstektual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut RME tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih-lebih karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

c.       Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyesaikan soal juga merupakan hal yang tidak mudah dilakukan oleh guru.

d.      Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa, melalui soal-soal konstektual, proses pematematikaan horisontal, dan proses pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.













Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

A.    Pendekatan Pembelajaran Matematika dengan PMRI
Terkait dengan pendekatan pembelajaran matematika, pendekatan matematika realistik saat ini sedang dikembangkan di Indonesia, yang selanjutnya dikenal dengan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Pendekatan ini merupakan adaptasi dari pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang dikembangkan di Belanda oleh Freudenthal.
PMRI merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan aktivitas insani, dalam pembelajarannya digunakan konteks yang sesuai dengan situasi di Indonesia. Dasar filosofi yang digunakan dalam PMRI adalah kontruktivisme yaitu dalam memahami suatu konsep matematika siswa membangun sendiri pemahaman dan pengertiannya. Karakteristik dari pendekatan ini adalah memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mengkonstruksi atau membangun pemahaman dan pengertiannya tentang konsep yang baru dipelajarinya.
Menurut Zulkardi (2000) PMRI adalah pendekatan pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang “real” bagi siswa, menekankan ketrampilanproses of doing mathematics”, berdiskusi berkolaborasi berargumentasi dengan teman sekelas sehinga dapat menemukan sendiri dan pada akhirnya menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok.
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia mulai diujicobakan di Indonesia pada tahun 2002. Pada awalnya terdapat empat Universitas yang terlibat dalam pengembangan PMRI, yaitu UPI Bandung, UNY Yogyakarta, USD Yogyakarta dan UNESA Surabaya. Masing-masing Universitas tersebut melakukan uji coba pada dua Sekolah Dasar (SD) dan satu MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri). Uji coba tersebut dilaksanakan mulai kelas satu dan uji coba sudah sampai pada kelas 6. Untuk melengkapi proses pembelajaran telah disusun perangkat pembelajaran yang terdiri dari Buku Guru, Buku Siswa dan Lembar Aktifitas Siswa (LAS) yang disusun oleh TIM PMRI dari ke empat Universitas tersebut.
Pendekatan PMRI, guru berperan tidak lebih dari seorang fasilitator atau pembimbing, moderator dan evaluator. Sutarto Hadi (2005) menyebutkan bahwa diantara peran guru dalam PMRI adalah sebagai berikut :
1.      Guru hanya sebagai fasilitator belajar;
2.      Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif;
3.      Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan
4.      Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik maupun sosial.
 Dengan penerapan PMRI di Indonesia diharapkan prestasi akademik siswa meningkat, baik dalam mata pelajaran matematika maupun mata pelajaran lainnya. Sejalan dengan paradigma baru pendidikan sebagaimana yang dikemukakan Zamroni (dalam Sutarto Hadi, 2005), pada aspek prilaku diharapkan siswa mempunyai ciri-ciri :
1.      Di kelas mereka aktif dalam diskusi, mengajukan pertanyaan dan gagasan, serta aktif dalam mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah dipelajari;
2.       Mampu bekerja sama dengan membuat kelompok-kelompok belajar;
3.       Bersifat demokratis, yakni berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan sekaligus berani pula menererima gagasan orang lain;
4.      Memiliki kepercayaan diri yang tinggi. 

B.     Prinsip PMRI
Prinsip-prinsip PMRI adalah sebagai berikut :
1.      Guided reinvention and didactical phenomenology
           Karena matematika dalam belajar RME adalah sebagai aktivitas manusia maka guided reinvention dapat diartikan bahwa siswa hendaknya dalam belajar matematika harus diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri proses yang sama saat matematika ditemukan. Prinsip ini dapat diinspirasikan dengan menggunakan prosedur secara informal. Upaya ini akan tercapai jika pengajaran yang dilakukan menggunakan situasi yang berupa fenomena-fenomena yang mengandung konsep matematika dan nyata terhadap kehidupan siswa.

2.      Progressive mathematization
           Situasi yang beriisikan fenomena yang dijadikan bahan dan area aplikasi dalam pengajaran matematika haruslah berangkat dari keadaan yang nyata terhadap siswa sebelum mencapai tingkat matematika secara formal. Dalam hal ini dua macam matematisasi haruslah dijadikan dasar untuk berangkat dari tingkat belajar matematika secara real ke tingkat belajar matematika secara formal.

3.      Self-developed models
           Peran self-developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi konkrit atau dari informal matematika ke formal matematika. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi yang dekat dengan alam siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi model tersebut akan menjadi berubah menjadi model-of masalah tersebut. Model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya akan menjadi model dalam formal matematika.

C.      Karakteristik PMRI
PMRI mempunyai lima karakteristik yaitu :
1.      Menggunakan masalah kontekstual
Masalah kontekstual sebagai aplikasi dan sebagai titik tolak dari mana matematika yang diinginkan dapat muncul.
2.      Menggunakan model atau jembatan dengan instrumen vertikal
Perhatian diarahkan pada pengembangan model, skema dan simbolisasi dari pada hanya mentransfer rumus atau matematika formal secara langsung.



3.      Menggunakan kontribusi siswa
Kontribusi yang besar pada proses belajar mengajar diharapkan dari konstruksi siswa sendiri yang mengarahkan mereka dari metode unformal mereka ke arah yang lebih formal atau standar.

4.      Interaktivitas
Negosiasi secara eksplisit, intervensi, kooperasi dan evaluasi sesama siswa dan guru adalah faktor penting dalam proses belajar secara konstruktif dimana strategi informal siswa digunakan sebagai jantung untuk mencapai yang formal.

5.      Terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya
Pendekatan holistik, menunjukkan bahwa unit-unit belajar tidak akan dapat dicapai secara terpisah tetapi keterkaitan dan keterintegrasian harus dieksploitasi dalam pemecahan masalah

D.    Model pembelajaran PMRI
            Untuk mendesain suatu model pembelajaran berdasarkan teori PMRI, model tersebut harus mempresentasikan karakteristik PMRI baik pada tujuan, materi, metode, dan evaluasi (Zulkardi, 2002; 2004).
1.      Tujuan
        Dalam mendesain, tujuan haruslah melingkupi tiga level tujuan dalam RME : lover level, middle level, and high level. Jika pada level awal lebih difokuskan pada ranah kognitif maka dua tujuan terakhir menekankan pada ranah afektif dan psikomotorik seperti kemampuan berargumentasi, berkomunikasi, justifikasi, dan pembentukan sikap kristis siswa.
2.      Materi
        Desain guru open material atau materi terbuka yang didiskusikan dalam realitas, berangkat dari konteks yang berarti; yang membutuhkan; keterkaitan garis pelajaran terhadap unit atau topik lain yang real secara original seperti pecahan dan persentase; dan alat dalam bentuk model atau gambar, diagram dan situasi atau simbol yang dihasilkan pada saat proses pembelajaran. Setiap konteks biasanya terdiri dari rangkaian soal-soal yang menggiring siswa ke penemuan konsep matematika suatu topik.
3.      Aktivitas
        Atur aktivitas siswa sehingga mereka dapat berinteraksi sesamanya, diskusi, negosiasi, dan kolaborasi. Pada situasi ini mereka mempunyai kesempatan untuk bekerja, berfikir dan berkomunikasi tentang matematika. Peranan guru hanya sebatas fasilitator atau pembimbing, moderator dan evaluator.
4.      Evaluasi
        Materi evaluasi biasanya dibuat dalam bentuk open-ended question yang memancing siswa untuk menjawab secara bebas dan menggunakan beragam strategi atau beragam jawaban atau free productions. Evaluasi harus mencakup formatif atau saat pembelajaran berlangsung dan sumatif, akhir unit atau topik.

E.     Standar Guru PMRI
Ada lima standar guru PMRI yaitu:
1.         Guru memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang PMRI dan dapat menerapkannya dalam pembelajaran matematika untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
2.         Guru mendampingi siswa dalam berpikir, berdiskusi, dan bernegosiasi untuk mendorong inisiatif dan kreativitas siswa.
3.         Guru mendampingu dan mendorong siswa agar berani mengungkapkan gagasan dan menemukan strategi pemecahan masalah menurut mereka sendiri.
4.         Guru mengelola kerjasama dan diskusi siswa dalam kelompok atau kelas sehingga siswa dapat saling belajar.
5.         Guru bersama siswa menyimpulkan konsep matematika melalui proses refleksi dan konfirmasi.




F.     Standar Pembelajaran PMRI
Standar pembelajaran PMRI ada lima, yaitu:
1.         Pembelajaran materi baru diawali dengan masalah realistik sehingga siswa dapat mulai berpikir dan bekerja.
2.          Pembelajaran memberi kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi masalah yang diberikan guru dan bertukar pendapat sehingga siswa dapat saling belajar dan meningkatkan pemahaman konsep.
3.          Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk membuat pembelajaran lebih efisien.
4.          Pembelajaran mengaitkan berbagai konsep matematika untuk memberi kesempatan bagi siswa belajar matematika secara utuh, yaitu menyadari bahwa konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan.
5.         Pembelajaran materi diakhiri dengan proses konfirmasi untuk menyimpulkan konsep matematika yang telah dipelajari dan dilanjutkan dengan latihan untuk memperkuat pemahaman.

G.    Standar Bahan Ajar PMRI
Standar bahan ajar PMRI diantaranya adalah:
2.      Bahan ajar menggunakan permasalahan realistik untuk memotivasi siswa dan membantu siswa dalam memahami konsep matematika.
3.      Bahan ajar mengaitkan berbagai konsep matematika untuk memberi kesempatan bagi siswa belajar matematika secara utuh, yaitu menyadari bahwa konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan.
4.       Bahan ajar memuat materi pengayaan dan remidi untuk mengakomodasi perbedaan cara berpikir siswa.
5.      Bahan ajar memuat petunjuk tentang kegiatan yang memotivasi siswa menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam mengembangkan strategi.
6.      Bahan ajar memuat petunjuk tentang aktivitas yang mengembangkan interaksi dan kerjasama antar siswa



DAFTAR PUSTAKA

Streefland, Leen. 1990. Realistic Mathematics Education (RME).
Gravemeijer, K. dkk. Utrecht: OW & OC. Sugiman. 2003. Final Report of JICA Training Program.
Zulkardi. 2003 Buletin PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) edisi I, Juni 2003.
Ahmad Fauzan. (2003). Rute Belajar dalam RME: Suatu Arah untuk Pembelajaran Matematika. Makalah, disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 27-28 Maret 2003
De Lange, J. (1987). Mathematics, Insight, and Meaning, Utrecht : OW & Co. Gravemeijer, K.(1994). Developing Realistic Mathematics Education, :

onwikkelen van relistich reken/wiskundeonderwijs (met een samenvatting in het nederlands). Nederland : Universiteit Utrechte.

Julie, Hongki. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik (makalah)

Marpaung, Y. (2003). Perubahan Paradigma Pembelajaran Matematika di Sekolah (makalah)



| edit post

About Me

Foto Saya
vickri's world
Lihat profil lengkapku

Blog Archive

Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates