PROBLEM
POSING
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pembelajaran
Inovatif II
Dosen Pengampu Mata Kuliah : Lestariningsih, S.pd.,M.pd.
Oleh :
MATEMATIKA 2013 D
1.
Mira
Yulia Fiqoini (
1331063 )
2.
Nafi’
Ulil Amri (
1331068
)
3.
Rizul
Nurmalita Sari (
1331093 )
4.
Syafa’atul
Ilmiah ( 1331101
)
5.
Yuli
Tri Astutik ( 1331120 )
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PGRI SIDOARJO
TAHUN 2015
PROBLEM
POSING
A.
PENGERTIAN PROBLEM POSING
Problem posing adalah istilah dalam bahasa
inggris yaitu dari kata “Problem” artinya masalah, soal, atau persoalan
dan kata “to pose” yang artinya mengajukan. Problem posing bisa
diartikan sebagai pengajuan soal atau pengajuan masalah. Problem posing adalah salah satu model pembelajaran yang sudah lama dikembangkan,
Huda (2013: 276) menyatakan bahwa problem posing merupakan istilah yang
pertama kali dikembangkan oleh ahli pendidikan asal Brazil, Paulo Freire.
Suryanto (Thobroni dan Mustofa 2012 : 343)
mengartikan bahwa kata problem sebagai masalah atau soal sehingga
pengajuan masalah dipandang sebagai suatu tindakan merumuskan masalah atau soal
dari situasi yang diberikan. Selanjutnya, Amri (2013 :13) menyatakan bahwa pada
prinsipnya, model pembelajaran problem posing mewajibkan siswa untuk
mengajukan soal sendiri melalui belajar soal dengan mandiri. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Thobroni dan Mustofa (2012 : 351) menyatakan bahwa model
pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang
mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal
(berlatih soal) secara mandiri. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa model problem posing adalah model pembelajaran yang
mewajibkan siswa belajar melalui pengajuan soal dan pengerjaan soal secara
mandiri tanpa bantuan guru.
B.
LANGKAH-LANGKAH PROBLEM POSING
Penerapan suatu model pembelajaran harus memiliki langkah-langkah
yang jelas, hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kinerja guru dan
aktivitas yang dilakukan siswa. Amri (2013 :13) menyatakan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran problem posing yaitu :
1.
guru menjelaskan materi pelajaran,
alat peraga yang disarankan
2.
memberikan latihan soal
secukupnya
3.
siswa mengajukan soal yang
menantang dan dapat menyelesaikan. Ini dilakukan dengan kelompok
4.
pertemuan berikutnya guru
meminta siswa menyajikan soal temuan di depan kelas.
5.
Guru memberikan tugas rumah
secara individual.
Selanjutnya, Saminanto (Maulina, 2013: 20-21) menyatakan bahwa
langkah-langkah model pembelajaran problem posing adalah :
1)
guru menjelaskan materi
pelajaran menggunakan alat peraga,
2)
guru memberikan latihan soal,
3)
siswa diminta mengajukan soal,
4)
secara acak, guru meminta siswa
untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas, dan
5)
guru memberi tugas rumah secara
individu.
Langkah-langkah penerapan model problem posing yang
dikemukakan oleh Amri dan Saminanto, sejalan dengan pendapat Thobroni dan
Mustofa (2012: 351) yang menyatakah bahwa :
1.
guru menjelaskan materi
pelajaran kepada siswa menggunakan alat peraga untuk memfasilitasi siswa dalam
mengajukan pertanyaan,
2.
siswa diminta untuk mengajukan
pertanyaan secara berkelompok,
3.
siswa saling menukarkan soal
yang telah diajukan,
4.
kemudian menjawab soal-soal
tersebut dengan berkelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, bahwa
langkah-langkah problem posing adalah siswa mengajukan dan menjawab soal
dengan berkelompok berdasarkan penjelasan guru ataupun pengalaman siswa itu
sendiri.
Maka, langkah-langkah yang digunakan adalah :
1)
menjelaskan materi pelajaran
dengan media yang telah disediakan,
2)
membagi siswa menjadi kelompok
secara heterogen,
3)
secara berkelompok, siswa
mengajukan pertanyaan pada lembar soal,
4)
menukarkan lembar soal pada
kelompok lainnya,
5)
menjawab soal pada lembar
jawab, dan
6)
mempresentasikan lembar soal
dan lembar jawab di depan kelas.
C.
CIRI-CIRI PROBLEM POSING
Problem posing adalah model pembelajaran
yang melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran secara langsung untuk
memberi kesempatan kepada siswa dalam menganalisis permasalahan yang ada dengan
serangkaian kegiatan-kegiatan yang lebih bermakna.
Proses pembelajaran didominasi dengan kegiatan-kegiatan siswa yang
secara langsung dengan situasi yang telah diciptakan guru.
Dalam kegiatan tersebut, maka siswa dapat membuka wawasan yang
dimilikinya dan memberikan kesempatan yang luas untuk saling berkomunikasi.
Thobroni dan Mustofa (2012: 350) menyatakan bahwa pembelajaran problem
posing memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.
Guru belajar dari murid dan
murid belajar dari guru
2.
Guru menjadi rekan murid yang
melibatkan diri dan menstimulasi daya pemikiran kritis murid-muridnya serta
mereka saling memanusiakan.
3.
Manusia dapat mengembangkan
kemampuannya untuk mengerti secara kritis dirinya dan dunia tempat ia berada.
4.
Pembelajaran problem posing senantiasa
membuka rahasia realita yang menantang manusia kemudian menuntut suatu
tanggapan terhadap tantangan tersebut.
Berdasarkan ciri-ciri yang telah disebutkan di atas, bahwa model problem
posing ini bersifat fleksibel, mengesankan, menganggap murid adalah
subjek belajar, membuat anak untuk mengembangkan potensinya sebagai orang yang
memiliki potensi rasa ingin tahu dan berusahan keras dalam memahami
lingkungannya.
D.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PROBLEM POSING
Setiap model pembelajaran pasti ada kelebihan dan kekurangannya.
Thobroni dan Mustofa (2012: 349) mengemukakan bahwa kelebihan metode problem
posing adalah :
1.
Mendidik murid berfikir kritis
2.
Siswa aktif dalam pembelajaran
3.
Belajar menganalisis suatu
masalah
4.
Mendidik anak percaya pada diri
sendiri.
Menurut Norman dan Bakar (2011) menguraikan bahwa kelebihan model
problem posing adalah:
1.
Kemampuan memecahkan masalah/
mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi
2.
Mengembangkan pengetahuan dan
pemahaman siswa / terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan.
3.
Mengetahui proses bagaimana
cara siswa memecahkan masalah
4.
Meningkatkan kemampuan
mengajukan soal dan sikap yang positif terhadap materi pembelajaran.
Sejalan kedua pendapat diatas bahwa kelebihan model pembelajaran
problem posing yaitu :
1.
Siswa aktif dalam kegiatan
pembelajaran
2.
Minat yang positif terhadap
materi pembelajaran
3.
Membantu siswa untuk melihat
permasalahan yang ada sehingga meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah
4.
Memunculkan ide yang kreatif
dalam mengajukan soal
5.
Mengetahui proses bagaimana
cara siswa memecahkan masalah.
Kekurangan model problem posing yaitu :
1.
Pembelajaran model problem
posing membutuhkan waktu yang lama
2.
Agar perlaksanaan kegiatan
dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku-buku
yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.
E.
TIPE MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
Tiga tipe model pembelajaran problem posing yang dapat dipilih
guru(Usmanto,2007). Pemilihan tipe ini dapat disesuaikan dengan tingkat
kecerdasan para siswa( peserta didik).
1.
Problem posing tipe
pre-solution posing
Siswa membuat pertanyaan dan jawaban berdasarkan pernyataan yang
dibuat oleh guru. Jadi, yang diketahui pada soal itu dibuat guru, sedangkan
siswa membuat pertanyaan dan jawabannya sendiri.
2.
Problem posing tipe within
solution posing
Siswa memecahkan pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub
pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
3.
Problem posing tipe post
solution posing
Siswa membuat soal yang sejenis dan menantang seperti yang
dicontohkan oleh guru. Jika guru dan
siswa siap maka siswa dapat diminta untuk mengajukan soal yang menantang dan
variatif pada pokok bahasan yang diterangkan guru. Siswa harus bisa menemukan
jawabannya. Tetapi ingat, jika siswa gagal menemukan jawabannya maka guru
merupakan narasumber utama bagi siswanya. Guru harus benar-benar menguasai
materi.
F.
PERAN GURU DALAM
PEMBELAJARAN
Peran guru dalam pembelajaran sangat menentukan keberhasilan belajar
siswa. Rohman dan Amri (2013: 180) menyatakan bahwa sebagai perencana, guru
dituntut untuk memahami secara benar kurikulum yang berlaku, karakteristik
siswa, fasilitas dan sumber daya yang ada, sehingga semuanya dapat dijadikan
komponen-komponen dalam menyusun rencana pembelajaran. Rusman (2012: 75)
menyatakan bahwa jika dipandang dari segi siswa, maka tugas guru adalah harus
memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, sekarang dan masa
yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktik-praktik komunikasi. Thobroni
dan Mustofa (2012: 348) menyatakan bahwa yang harus dilakukan guru adalah :
1)
Memotivasi siswa untuk
mengajukan soal
2)
Guru melatih siswa merumuskan
dan mengajukan masalah atau pertanyaan berdasarkan situasi yang diberikan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan peran guru adalah tindakan yang dilakukan guru untuk memberikan
suasana belajar sesuai dengan tema pembelajaran dan mengantarkan siswa untuk
memahami pada konsep dengan cara menyiapkan situasi sesuai dengan materi
pelajaran yang sedang dibahas. Adapun peran guru dalam model pembelajaran problem
posing adalah sebagai fasilitator yaitu menyiapkan media pembelajaran yang
sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dibahas.
G. PRINSIP-PRINSIP
Guru matematika dalam rangka
mengembangkan model pembelajaran problem posing (pengajuan soal) dalam
pembelajaran matematika, dapat menerapkan prinsip-prinsip dasar berikut :
1.
Pengajuan soal harus
berhubungan dengan apa yang dimunculkan dari aktivitas siswa di dalam kelas.
2.
Pengajuan soal harus
berhubungan dengan proses pemecahan masalah siswa.
3.
Pengajuan soal dapat
dihasilkan dari permasalahan yang ada dalam buku teks, dengan memodifikasikan
dan membentuk ulang karakteristik bahasa dan tugas.
H.
PROBLEM
POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Menurut National Council of Teachers of Mathematics
(NCTM : 2000) yang dikutip oleh Ilana Lavy and Atara Shriki, problem posing
diakui sebagai komponen penting dari pembelajaran matematika. Stoyanova dalam Ken
Clements dan Christine Keitel (1996:1011) mengklasifikasikan informasi atau
situasi problem posing menjadi:
1.
Situasi problem posing yang bebas, pada situasi ini,
siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi
kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia
kehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari
sebagai acuan dalam pembentukan soal.
2.
Situasi problem posing yang semi terstruktur, pada
situasi ini siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa
diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan
cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus
mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika
yang diketahuinya untuk membentuk soal.
3.
Pada situasi problem posing yang terstuktur,
informasi atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal.
Respon siswa yang diharapkan dari
situasi atau informasi problem posing adalah respon berupa soal buatan
siswa. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan siswa membuat yang lain,
misalnya siswa hanya membuat pernyataan. Silver dan Cai dalam Abdussakir
mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1) Pertanyaan matematika adalah
pertanyaan yang memuat masalah matematika dan mempunyai kaitan dengan informasi
yang diberikan. Pertanyaan matematika ini, selanjutnya diklasifikasikan ke
dalam dua kategori, yaitu:
a. Pertanyaan matematika yang dapat
diselesaikan yaitu pertanyaan yang memuat informasi yang cukup dari situasi
yang ada untuk diselesaikan, atau jika pertanyaan tersebut memiliki tujuan yang
tidak sesuai dengan informasi yang ada. Selanjutnya pertanyaan matematika yang
dapat diselesaikan juga dibedakan atas dua hal, yaitu pertanyaan yang memuat
informasi baru dan pertanyaan yang tidak memuat informasi baru.
b. Pertanyaan matematika yang tidak
dapat diselesaikan.
2) Pertanyaan non matematika adalah
pertanyaan yang tidak memuat masalah matematika dan tidak mempunyai kaitan
dengan informasi yang diberikan.
3) Sedangkan pernyataan adalah kalimat
yang bersifat ungkapan atau berita yang tidak memuat pertanyaan, tetapi sekedar
ungkapan yang bernilai benar atau salah.
Menurut Brown and Walter dalam Abdussakir (2009) ada lima tahapan utama
dalam problem posing, yaitu:
1. Memilih
titik awal.
Pemilihan titik awal dapat dengan
menggunakan bahan yang konkret atau teorema.
2. Mendaftar
apa yang diketahui dari masalah atau situasi yang diberikan.
3. Menggali konsep dengan pertanyaan "bagaimana-jika-tidak".
Penggalian konsep dapat dilakukan
dengan menjawab pertanyaan seperti: "Bagaimana jika hal yang diketahui tidak demikian, apa yang bisa dilakukan?"
4. Mencari,
mendefinisikan, dan mencatat hal yang baru berdasarkan pertanyaan
“bagaimana-jika-tidak” sebelumnya.
5. Membuat
pertanyaan-pertanyaan baru dan analisis pertanyaan tersebut setelah semua
masalah direncanakan.
Selain itu, Brown dan Walter, dalam
Abdussakir (2009), juga mengungkapkan bahwa informasi atau situasi problem
posing dapat berupa gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau
konsep, alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal. Sementara itu,
menurut Setiawan (2004), pembentukan soal atau pembentukan masalah terdiri dari
dua kegiatan yaitu:
1)
Pembentukan soal baru atau pembentukan soal
dari situasi atau pengalaman siswa.
2)
Pembentukan soal dari soal lain yang sudah ada.
Phylips
Within, mengemukakan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menerapkan problem
posing adalah sebagai berikut:
1.
Melibatkan siswa dalam membahas
masalah baru dengan teliti.
2.
Meminta siswa mencatat tentang apa
yang mereka bicarakan, mereka tulis dan mereka gambar berdasarkan temuan
mereka.
3.
Meminta siswa mengajukan
soal atau petanyaan berdasarkan hasil pengamatan mereka.
4.
Meminta siswa untuk memilih salah
satu soal atau pertanyaan yang mereka buat untuk diprediksikan solusinya.
5.
Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk membandingkan atau mendiskusikan temuan mereka dengan siswa yang lain.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan,
langkah-langkah penerapan pendekatan problem posing dalam pembelajaran
matematika adalah sebagai berikut:
1)
Guru menyajikan informasi atau situasi kepada siswa
dengan menggunakan gambar, benda manipulatif, permainan, teorema atau konsep,
alat peraga, soal, atau selesaian dari suatu soal.
2)
Siswa mencatat hal-hal yang telah diketahui dari situasi
atau informasi yang telah diberikan.
3)
Siswa membuat pertanyaan atau soal dengan menggali konsep
dari hal-hal yang telah diketahui.
4)
Siswa menganalisis pertanyaan atau soal yang telah
dibuat dan memprediksi solusi dari soal tersebut.
5)
Siswa mendiskusikan hasil pekerjaannya dengan siswa yang
lain.
Materinya lengkap :) disertakan daftar pustaka lebih baik lagi